Sebuah Kado Spesial untuk Guru BK
Oleh: Suhadi Rembang
“Teknologi informasi dan komunikasi pada masyarakat digital hanya sebagai pintu masuk kawan-kawan guru BK di sekolah-sekolah. Adapun bagaimana cara mengatasi masalah sosial akibat hal di atas adalah hak profesi dari guru BK dalam menggunakan berbagai kekuatan yang dimiliki.
Problem kesiswaan yang ada pada lembaga pendidikan tidak pernah lepas dari perubahan sosial budaya. Maksunya adalah masalah-masalah yang harus diselesaikan oleh seorang BK selalu terjadi perubahan seiring dengan derajat social problem yang ada pada masyarakat. Dengan demikian, jelaslah bahwa seorang BK harus memiliki talenta dalam mencium dan memotret problem-problem sosial yang ada pada masyarakat saat ini. Tentu seorang BK ada tuntutan dalam penguasaan materi-materi sosial, khususnya tentang masalah-masalah sosial. Bidang ilmu yang berperan dalam menjawab mengapa masalah-masalah sosial yang utama adalah disiplin psikologi, sosiologi dan antropologi. Adapun bagaimana cara mengatasi masalah sosial adalah hak profesi dari guru BK dalam menggunakan berbagai kekuatan yang dimiliki.
Trend Masalah Sosial
Globalisasi merupakan proses sosial global yang kini masih berjalan. Teknologi komunikasi seperti media massa adalah instrumen utama. Sedangkan bahasa dan simbol-simbol merupakan pemantik dahsyat yang menjerat masyarakat sebagai objek dan sasaran utamanya.
Gerakan global ini tidak lagi ada sekat ketika media massa di dunia masih ada. Dengan demikian berbagai fenomena sosial di dunia dapat diduplikatkan hingga ke bilik-bilik dimensi sosial yang masih terjamah oleh instrumen utama tadi. Tentu saja masalah-masalah sosial yang muncul dapat berulang dan direproduksi sekaligus dimodifikasi dimana saja. Karena bahan bakunya tersebar berlimpah ruah dimana saja.
Bentuk dan jenis masalah sosial tidak pernah selesai. Dia akan selalu dipreproduksi, diinovasi, berlaju bebas cepat tanpa sensor ketat. Seiring dengan pemburuan kelas sosial prestisius dalam masyarakat.
Trend masalah sosial saat ini adalah pola komunikasi di era digital. Teknologi selalu dihadirkan hingga dalam bentuk seringan kapas namun komplikasi aplikasi tiada batas. Berbagai jejaring sosial seperti facebook, twiter, hingga yahoo messenger menjadi sebagai dambaan pengagum IT. Dengan demikian trend masalah sosial saat ini yang patut dikembangkan dan dicermati oleh kawan-kawan guru BK di Sekolah adalah pola penggunaan siswa berbagai aplikasi jejaring sosial.
Siapa saja dapat menggunakan aplikasi ini. Karena jelas secara fungsional teknologi komunikasi ini dibutuhkan dalam komunikasi sosial. Aplikasi ini tidak lagi memandang siapa dia dan dimana dia. Yang dibutuhkan adalah perangkat keras dan lunak IT ini dimiliki. Siapa saja termasuk siswa sebagai bidikan bisnis komunikasi ini adalah sasaran utama. Bagi mereka yang percaya bahwa kepribadian seseorang ditentukan oleh dengan siapa dia berteman, tentu tugas berat guru BK adalah memahami aksi dan relasi komunikasi siswa baru-baru ini.
Masyarakat Digital
Ruang anak tidaklah lagi dibatasi dengan tembok-tembok berdinding tinggi dan berkawat jeruji sekolah. Mereka sudah terbang jauh di atas awan mencari lawan. Jelas guru BK dipaksa mengepakkan sayab-sayabnya dengan tuntutan tidak boleh terpatahkan dari sayab-sayab siswanya yang jauh di awan. Ini terjadi karena masyarakat kita telah memasuki masyarakat digital sebagai imbas global, bukan lokal, atau sebut saja glokal. Masyarakat digital yaitu masyarakat yang berbagai aktivitasnya selalu dimuat di media digital seperti internet, dalam hal ini adalah media jejaring sosial.
Dengan demikian terdapat hubungan peranan guru BK dengan siswa dan facebook. Guru BK dapat melakukan pelacakan perilaku para siswanya dengan tindakan identifikasi profesional. Tindakan ini dapat berguna untuk memotret gagasan, sikap, dan perilaku para siswanya yang menjadi sasaran bimbingan dan konseling. Dengan demikian derajat perkembangan dan kematangan psikologis anak selalu terdampingi oleh para kawan-kawan BK guna mengantarkan kematangan anak dalam menjaring masa depan siswa yang gemilang.
Perspektif Sosial di Era Digital
Menurut Hikmat Budiman dalam tulisannya tentang “ Menarasikan Cyberspace: Sebuah Pemetaan Teoritis Awal), terdapat tiga kekuatan yang mendorong terciptanya masyarakat digital, yaitu kekuatan utopian, distopian, dan dataveillance.
Kekuatan utopian berpandangan bahwa internet merupakan media komunikasi yang dapat menciptakan demokrasi. Dengan internet, masyarakat dapat menyampaikan pendapat, saling berdiskusi, dan melakukan tindakan sosial bersama untuk mewujudkan kehidupan sosial yang teratur. Meraka yang berpendapat bahwa internet merupakan media sosial (ruang publik), biasanya memperbolehkan setiap anggota masyarakat menggunakannya dan tidak menolak kehadiran internet. Lembaga pendidikan seperti SMA tampak penganut aliran utopian. Hal ini dapat dilihat masuknya kurikulum TIK (Teknologi Informasi & Komunikasi). Kompetensi dasar penggunakan internet hingga pembuatan blog dan web juga diajarkan.
Kekuatan yang kedua yaitu distopian. Aliran distopian ini memandang bahwa internet hanya akan merusak tatanan sosial yang teratur. Tentu golongan ini menolak kehadiran internet di lembaga-lembaga pendidikan dan pelayanan umum. Kekuatan kedua ini lebih menekankan penggunaan media hanya untuk mengatur kehidupan sosial dengan cara membatasi berbagai ruang gerak sosial agar tiap-tiap angota masyarakat mematuhi berbagai aturan yang telah ter dan diciptakan. Pengikut kelompok sosial ini biasanya bagian dari kelompok kekuasaan. Tujuannya adalah menciptakan totaliaristik (pengaturan paksa). Media yang digunakan oleh kelompok ini biasanya adalah televisi sebagai media satu arah (pada awal mulanya, namun sekarang campuran). Jika memang kelompok ini menggunakan internet, maka isi dari materi internet hanya memuat tentang pengaturan dan pembatasan cara pandang, bersikap dan bertindak, seperti yang diinginkan oleh pengaasa.
Pada perkembangan berikutnya, terdapat kritik untuk dua kelompok di atas. Aliran utopian dan distopian dipandang memiliki banyak kelemahan. Utopian dipandang tidak hanya membangun demokrasi, tetapi juga menghancurkan demokrasi. Begitu halnya aliran distopian. Distopian dipandang mematikan demokrasi karena hanya menciptakan totaliaristik. Kemudian lahir kekuatan ketiga dalam hal memandang internet, yaitu kekuatan dataveillance.
Aliran dataveillance berpandangan, internet memiliki dua wajah, yaitu sebagai pencipta demokrasi dan sekaligus berperan untuk tidak mematikan demokrasi dalam menciptakan masyarakat sosial yang teratur, adil, dan sejahtera. Kekuatan ketiga inilah yang menjadi perajut dari dua pandangan internet yang berseberangan di atas. Lembaga pendidikan di Indonesia ini tampaknya lebih memilih kekuatan yang ketiga. Selain sekolah mengajarkan internet dengan memasukkan kurikulum, juga menciptakan aturan kode etik dunia maya. Hal ini dapat dilihat dengan lahirnya undang-undang informasi dan komunikasi yang sempat menjadi kontroversial, bahkan hingga sekarang.
Menyikapi perspektif sosial dalam memandang internet di atas, bagaimana cara pandang yang perlu dikembangkan oleh kawan-kawan guru BK di sekolah? Menurut hemat penulis, yang terpenting bagi kawan-kawan BK adalah melakukan bimbingan dan konseling pada siswa-siswi yang bermasalah entah dari mana asal muasal masalah siswa-siswi tersebut.
Menjadi Konselor Digital
Teknologi komunikasi pada masyarakat digital hanya sebagai pintu masuk kawan-kawan guru BK di sekolah-sekolah dalam (salah satu) memahami masalah siswa-siswinya. Dan yang lebih penting adalah seorang guru BK harus menguasai perspektif sosial dalam melaksanakan bimbingan dan konseling pada siswa-siswi, jika tidak mau kecolongan.
Ketika masyarakat telah menggunakan teknologi digital untuk mengekspresikan berbagai pandangan, sikap, dan tindakannya, maka pada saat itulah seorang guru BK tidak membutuhkan lagi laboratorium nyata untuk melakukan pengamatan dan interview seperti ruang bimbingan dan konseling.
Tentu, kawan-kawan guru BK tidak lagi mengantor di pojok-pojok bangunan sekolah yang penuh jejal dan berserak bangku dan meja panjang yang terkesan pengap dan menjenuhkan. Guru BK hanya membutuhkan tempat “nongkrong” dimana saja asalkan bisa berkomunikasi di layar digital.
Anggaran BK perlu diadaptasikan dengan pendekatan bimbingan dan konseling digital. Buku kepribadian yang memotret jelajah karakter anak tidak lagi menjadi satu-satunya buku suci kepribadian. Perangkat yang hadap bimbingan dan konseling sudah mendesak dihadirkan.
Bimbimbangn dan konseling juga tidak hanya sebatas konseling individu dan kelompok. Facebook dan group atau media sosial digital lainnya menjadi media utama komunikasi antara guru BK dengan siswa. Kepada siapa saja, kapan saja, dan dimana saja, guru BK dituntut selalu aktif dalam melayani bimbingan dan konseling kepada siswa-siswinya dengan santun dan profesional. Pada saat itulah guru BK menjadi mulia.
Rembang, 31 Mei 2011
Belum ada tanggapan untuk "Konselor Digital Dalam Perspektif Sosial"
Post a Comment